Mid Life Crisis


Boleh dikatakan sebagai such a habit atau salah satu obvious culture yang mungkin mudah sekali ditemukan di negara ini, USA.

Okay, baru saja aku dari PEACE class, yang merupakan salah satu mata pelajaran yang paling aku sukai, tidak terlalu banyak pekerjaan rumah dan project, tetapi nilai di Grade Report ‘A+’. So what do you do to reach that grade??? Memang bukan Amerika kalau enggak terlalu banyak ngomong, even though is completely unnecessary, bukan namanya Amerika kalau enggak argue, n comment dulu sebelum bertindak. Oh yeah, that’s true. Jadi jangan complain atau kaget ya teman kalau nanti aku pulang jadi orang cerewet banget. Emang sejak dulu kamu udah cerewet, Dhingga. Hiks, hiks..

Back to topic.
Dan, hari ini di kelas itu kita bicara tentang orang tua. Tentu saja briefly aku acungkan tanganku. “Aku punya 2 pasang orang tua, pertama, my natural parents, and my host parents. They absolutely have different character, back ground, point of view, and…”. Belum selesai ngomong temanku menyela,”You are such a lucky young man, dude! I have parents but they do not live together anymore, and I live by my self in apartment, sometimes I miss ‘em, but, it’s all I can do. My mom lives with her boyfriend, and my dad has to work everyday”. Dan temanku yang lain, Em, said,”I live with my boyfriend since I was freshman year. I don’t care what my parents do! Every time I go home, they show unpeaceful situation”.

What the heck. Bukannya parah, but it’s kind of good enough for ‘em to feel that way. Ya, inilah yang diakibatkan oleh adanya mid life crisis di Amerika. Pada awalnya, aku pikir, orang di Amerika hidup sejahtera dengan keluarga bahagia mereka. I thought every body was like me, having good and perfect parents as I do. But not at all, almost 75% of students at this class are having that problem, the divorced parents. Rata-rata orang tua mereka berusia 40 tahun an. Masalah yang mereka hadapi, entah bercerai atau selingkuh, ibu atau bapak yang sering pulang pagi dalam keadaan mabuk, atau bapak dan ibu mereka mempunyai masing-masing pacar baru.

Sekarang siapa yang harus disalahkan?
Dari sudut pandang anak, tentu saja sangat terugikan. Efek yang timbul, anak menjadi lebih bebas tanpa pantauan kasih sayang dari orang tua, mereka termakan oleh ganasnya narkoba dan minuman keras di usia mereka yang masih belia. Mereka pikir, itulah jalan yang terbaik dibandingkan bersama orang tua yang mereka rasa sangat penat, never calm down. Being high and hallucinated would be the best way, they think.

Dari sudut pandang orang tua, mereka merasa dirinyalah yang benar. Mungkin sudah belasan tahun berumah tangga membuat bosan. Sementara dia punya seorang istri dan anak-anak yang sangat membutuhkannya. Dan si istri bilang,”My husband doesn’t love me, I want my kids love me. Dan tak jarang sekali urusan hak asuh anak bermasalah, dan kekerasan di rumah tangga pun muncul.

Pada awalnya saya surprised banget, tahu hal ini, orang tua yang punya girlfriend baru di satu atap, atau angka dari mereka yang bercerai yang sangat banyak.

Kita tidak bisa bilang ini salah atau benar. It’s kind of culture which we can learn out of it.
Dan di akhir kelas aku menyela,”Why don’t you just get more married (I argue according what Islam says (if necessary))?”. And they answer,”Is that common in Indonesia to get second wife?”

Oh my God, it would be a new problem we should discuss…



Comments

Popular posts from this blog

Berita Cuaca

Sekolah Ideologi 2012

Jayeng Kusuma Kridha