Gapura Merah

Gapura merah selalu memenuhi pikiranku,
bahkan sesudah aku kembali ke dunia semula
Aku merasa asing di tengah jalanan yang sempat menjadi pemandangan setiap pagi
jalanan yang menghadirkanku di antara teman-teman tuk mengejar peradaban
Dan siang atau sore, truk-truk pengangkut pasir kali brantas sangat menjengkelkan

Lalu coba tengok lebih dalam
Benar jika kakekmu hanya sibuk dengan cangkul dan sabit
sedang nenekmu sangat senang jika kayunya terbakar asap tebal
Pisang goreng dan ketela rebus cukuplah untuk nyamikan di bibir kolam gurami belakang rumah

Di sana, katanya, orang terasingkan untuk bertapa pada misteri kedamaian
Di mana campur tangan adalah kata lain dari kekeluargaan,
dan kata ibu, inilah kulit kacang yang melindungi bijinya
Jangan sampai terlupa.

Kini ku merasakan tubuh terlalu jauh dari masa itu.
Berlawanan.
Gapura itu terbuka, dan aku keluar darinya.

Jauh dari gapura, yang selalu kulihat dingin jiwa di tengah panas pahit rasa udara
Kerut-kerutan
Gurat-guratan lemak yang menipis,
Gelambir-gelambir tersisa.
Di sini pori-pori membesar. Terbangun perlahan.

Inilah kota yang ramai dalam kesepian,
membawa hati sepi dalam keramaian.
Banyak perawan tak terselamatkan, banyak korban kegunjingan, banyak pelaku kenikmatan.
Berpolitik dan berbudak pada kekerasan.

Inilah kota berlangit redup yang selalu berpelangi di malam hari
Biru tua, merah, kecoklatan, berbaur legit pahit dengan manis madu,
jalan yang sesak dan selalu dicari orang-orang.
Kota yang jauh dari gapura merah,
yang bahkan orang mau menggaris antre hanya tuk buang kotoran.

Salahkah aku di sini, salahkah aku hijrah?
Benarkah kalau hidup harus cepat berubah?
Bukankah kata cinta, itu adalah pengkhianatan?
Bukankah kata sayang itu adalah kegombalan?
Tapi itulah kami, manusia yang melupakan masa lalu
bahkan tak ingat kabar selang kami dilahirkan.
Itulah kami wahai gapura merah!!

Gapura merah,
maukah kau menjadi saksi matiku?
Amati sesering apakah aku berpulang
Beritahu aku tentang keadaan ayah ibu
Beri kabar baik tentangku kepada mereka

Gapura merah,
maukah kau menjadi saksi matiku?
Ingatkan setiap aku berpulang
Sudahkah aku membawa cindera mata untuk yang terkasih
Sudahkah aku bersolek juang bagi yang tersayang

Gapura merah, tetapkah kau seperti ini?

Comments

Popular posts from this blog

Jayeng Kusuma Kridha

Istilah jawanya,"TITENANA!!!"

"Thank you": The Secret to Our Success!