Sekolah Ideologi 2012

Alhamdulillah essayku "Review Masa Kebangkitan Nasional" diterima dan terpilih sebagai delegasi Fakultas Hukum untuk menjadi salah satu 100 peserta Sekolah Ideologi 2012. 



Memberi testimoni tentang Sekolah Ideologi 2012
Berbicara tentang ideologi, tentu bisa kita garis bawahi bahwa ideologi bangsa ini adalah Pancasila. Sudah tertanam sejak dahulu berbagai macam rezim yang menguasai Indonesia kita telah mengenal kesaktian Pancasila sebagai wujud selalu berlakunya Pancasila dalam menghadapi berbagai macam zaman.

Sedikit berbeda dengan yang dikatakan oleh Harist Abu Ulya, Direktur CIIA (The Community of Ideological Islamic Analist), kemarin di Sekolah Ideologi yang diselenggarakan Kementrian Kebijakan Publik Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya. Beliau mengatakan bahwa Pancasila adalah bukan salah satu macam ideologi. Pancasila selama ini adalah suatu hasil tipuan politik, yang mana setiap bergantinya kepemimpinan bangsa, arah pancasila selalu berbeda. Kefleksibilitasan pancasila inilah yang tidak bisa menjadikannya sebagai salah satu ideologi, karena Pancasila dinilai tidak bisa memberikan karakter bangsa dan Pacasila masih mengandung unsur dasar dari ideologi lain yang ada (terdapat dasar di bawah dasar dari Pancasila).

Menurutnya, Pancasila ibarat  sebuah bola pejal yang diikat pada salah satu permukaannya dan digantung. Apa yang terjadi? Bola akan bergerak sesuai dengan arah goyangan yang diberikan oleh si pemegang tali. Begitu juga selama ini, Pancasila di bawah kepemimpinan Sukarno telah dibawa ke arah sosialis Nasakomnya, kemudian saat Suharto hingga sekarang Pancasila menjadi alat dalam mengkapitalisme negara.

Menjadi perdebatan bahwa apa yang menyebabkan semua ini? Sistem negara inikah atau para aparatur negara yang tidak dapat menjalankan sistem yang ada?

Ichsanuddin Noorsy menjelaskan bahwa sudah terjadi kerusakan sistem negara yang diimbangi dengan bobroknya seluruh aparatur negara yang tidak dapat menjalankan demokrasi dengan baik. Bobroknya dimana? “Tanpa demokrasi ekonomi, kita belumlah merdeka”.

Dari situ, dapat saya simpulkan bahwa demokrasi ekonomi merupakan sebuah keadaan ekonomi yang mana kita, rakyat, berada dalam keadaan tertinggi menguasainya. Sukarno dahulu sudah mewanti-wanti terhadap menjamurnya neokapitalisme dalam perekonomian, Sukarno dahulu sudah menganjurkan kepada kita untuk ‘berdikari’, berdiri pada kaki sendiri. Tetapi yang ada di saat ini, justru kita keasyikan menikmati produksi barang pengkapitalismean. Suguhan berbagai macam kenikmatan kita konsumsi sehari-hari, contohnya apa? Pasar-pasar kapitalisme, seperti swalayan kecil milik swasta yang merajalela di jalanan sebagai wujud mematikan usaha pasar tradisional. Tidak ada suatu sirkulasi ekonomi, yang mana rakyat memproduksi, rakyat yang menjalankan, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Sistem perekonomian sekarang lebih cenderung menguntungkan salah satu pihak yang menguasai keadaan.

Terjadi kesenjangan sosial di masyarakat, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Dapat kita lihat filosofi dari nasi tumpeng, apabila nasi tumpeng baru kita masak, yang terjadi adalah akan padat di puncak tumpeng atas, dan semakin ke bawah semakin mudah terpisah. Ya memang seperti itulah sistem kenegaraan kita, semakin ke atas semakin solid dan semakin ke bawah semakin ambyar. Tetapi apakah anda tahu, bahwa yang menjadi puncak tumpeng ketika pembuatannya adalah bagian yang ada di bawah yang terpadatkan karena adanya proses meresapnya air sehingga membentuk endapan di bawah. Ketika sudah masak, tumpeng disajikan di balik sehingga puncak berada di atas. Pada intinya, setiap pemimpin pasti selalu berasal dari bawah, yang karena suatu proses, dia bisa naik ke atas. Tetapi setelah berada di atas, dia tidak mau kembali lagi ke bawah. Kebanyakan seperti itu.



Lalu solusi apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai mahasiswa sekarang?

Belajar dan terus belajar. Gali ilmu sebanyak mungkin, sedikit ilmu yang kita peroleh semakin lama akan menjadi pengetahuan yang akan merubah arah kendali negeri. Kita menyikapi ideology hendaknya tidak dari atas, melainkan dari bawah, kita temukan ideology kita yang pastinya dapat membentuk masa depan dan cita-cita kita, karena ideology itulah yang menghasilkan sifat, kepribadian, dan karakter jati diri kita. Tentunya kita juga tidak boleh menelan secara mentah apa yang kita makan, kita perlu mengunyah, jika tidak enak atau tidak cocok dengan kondisi tubuh kita, muntahkan, dan jadikan pelajaran untuk tidak akan memakannya lagi.

Comments

  1. dinggg..mintak file essaymu.. mau liatttt :D

    ReplyDelete
  2. Itu lo Kum, di postingan sebelumnya, essay ku aku rewrite disitu.. hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoiii.. btw biar kita di notify kalo ada komen di artikel yg kita komen gmna ya.. kea km bales komenku gini ak ga bakal tau kalo nggak masuk ke artikel mu lagi -_-

      Delete
    2. Iya ya, gak tau aku kum, hehehehee, gak ada notification e kan ya... hadeeh..

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jayeng Kusuma Kridha

Istilah jawanya,"TITENANA!!!"

"Thank you": The Secret to Our Success!